Psikoterapi dan
konseling, dua hal yang banyak dianggap orang awam, dan mungkin beberapa
sarjana lulusan psikologi, masih dianggap sama. Nyatanya, kedua hal ini memang
sama...pada prosesnya, tetapi secara definitif, psikoterapi dan konseling itu
berbeda.
Dalam mendefinisikan perbedaan antara psikoterapi dan konseling cukup
sulit dilakukan, namun saya menemukan bacaan yang memuat perbedaan definitif
antara psikoterapi dan konseling. Untuk lebih
jelasnya mengenai perbedaan antara psikoterapi dan konseling akan saya bahas di
tulisan selanjutnya karena tulisan ini akan saya fokuskan tentang psikoterapi.
Psikoterapi sebenarnya tidak bisa didefinisikan secara
general dan presisi. Menurut Corsini,
Psikoterapi adalah proses interaksi
formal antara dua orang, yang bertujuan untuk memperbaiki distress pada klien
yang menyebabkan ketidakmampuan dan malfungsi area-area seperti, kognitif,
afektif, dan behaviour.
Para terapis biasanya memiliki metode yang berbeda-beda
meskipun masalahnya sama, hal ini dikarenakan pemakaian teori yang berbeda oleh
si Terapis. Meskipun berbeda-beda, semua psikoterapi memiliki tujuan utama yang
sama yaitu merubah perilaku client ke arah positif karena perhatian dari
psikoterapi adalah perubahan kepribadian (personality
changes).
Psikoterapi bertujuan agar Client dapat berpikir dengan cara yang
berbeda (cognitive), merasakan dengan cara yang berbeda (affective), dan
berprilaku dengan cara yang berbeda (behaviour). Semua itu hanya bisa dilakukan
dengan proses belajar. Ya, psikoterapi esensinya adalah pembelajaran! Belajar
menjadi individu baru yang jauh lebih positif.
Cognitive, Affective, dan Behaviour merupakan tiga unsur
penting dalam psikoterapi. Seorang terapis yang baik mampu melibatkan ketiga
unsur tersebut dalam terapinya, karena tidak semua orang dapat belajar hanya
dengan mengandalkan kognitifnya, begitu pula dengan dua unsur lainnya.
Dari ketiga unsur tadi, ada faktor-faktor pendukung agar sesi
terapi berjalan dengan efektif. Dari Cognitive ada faktor :
- - Universalization, yaitu client mampu memahami bahwa semua manusia memiliki masalah.
- - Insight, client memahami dirinya sendiri dan mulai mengembangkan perspektif baru terhadap permasalahannya.
- - Modeling, client meniru seseorang yang dia lihat. Tidak menutup kemungkinan client meniru terapisnya.
Affective :
- - Acceptance, merupakan refleksi klien terhadap unconditional positive regard sang terapis.
- - Altruism, client mampu menerima dan membagi perhatian dan kasih sayang kepada client lain atau orang yang memiliki masalah.
- - Transference, ikatan antara terapis dan client.
Behaviour :
- - Reality testing, client mempraktikan perubahan perilakunya diluar sesi terapi dan menerima feedback dari terapis.
- - Ventilation, client diminta untuk meluapkan emosinya dengan cara menangis, berteriak, atau apapun yang bisa menenangkan dan perbuatannya masih dapat diterima.
- - Interaction, client mampu menerima dan menceeritakan masalahnya ke terapis.
Kesembilan faktor ini sangat menentukan apakah terapi yang
diberikan berjalan secara efektif atau tidak.
Sepertinya pembahasan mengenai psikoterapi sudah cukup sampai
disini, mohon maaf jika ada susunan kata atau kalimat yang membingungkan dan
kurang tepat. Saya sangat mengapresiasi kritik dari para pembaca. Sekian.
Referensi:
Corsini, R.J & Wedding, D. 1989. Current Psycotherapy. Masca
Illinois : F.E. Peacock Publisher, Inc
0 comments:
Post a Comment