Mental Illness dan Bentuk Terapi

copyright of www.minddisorders.com

Ada berbagai macam paradigma dan pendekatan untuk memahami mental illness. Dalam dunia psikologi sendiri ada beberapa pendekatan, seperti biological, psychological, sociological, dan philosophical.

Mental illness yang didasari pada pandangan biological diakibatkan oleh rusaknya sistem syaraf dan bagian-bagian tertentu pada otak. Contohnya, orang yang mengalami gangguan Manic-Depressive Disorder memiliki masalah pada amygdala, yaitu bagian otak yang meregulasi emosi. Tidak hanya bagian otak dan syaraf saja, pengaruh hormon juga bisa menjadi penyebab timbulnya gangguan mental. Seperti, kurangnya intake hormon norephinephrine pada otak bisa memicu perasaan depresi pada seseorang.

Pandangan psikologis terhadap mental illness sangat luas. Berbagai macam teori seperti psikoanalisa yang percaya bahwa gangguan disebabkan oleh kejadian masa lalu yang ditekan, kognitif-behavioristik yang menyatakan bahwa gangguan diakibatkan oleh ketidakmampuan kognisi dalam meregulasi perilaku, dan humanistik melihat bahwa gangguan merupakan akiba gagalnya aktualisasi diri. Begitu luas sekali pandangan psikologis terhadap mental illness akan tetapi semua masalah bersumber sama yaitu, dalam diri manusia, sama seperti pandangan biologis.

Pendekatan sociological melihat faktor eksternal mempengaruhi manusia. Menurut paradigma sosial, mental illness merupakan akibat dari meluapnya stress dari lingkungan. Hal yang membedakan pendekatan sosiologis dengan biologis dan psikologis adalah letak sumber masalahnya. Pandangan biologis dan psikologis berasumsi bahwa sumber dari mental illness berasal dari dalam diri manusia, sedangkan sosiologis menyatakan bahwa stresor dari luar yang membuat seseorang terganggu.

Dalam psikoterapi, ada tiga bentuk utama terapi yaitu, supportive, reeducative, dan reconstructive. Supportive therapy merupakan bentuk yang paling umum dalam dunia psikoterapi. Supportive therapy membutuhkan struktur ego yang telah ‘hancur’. Oleh karena itu, supportive therapy berusaha membuat pasien secepat mungkin merasakan keseimbangan emosi disertai perbaikan symptom-symptom sehingga pasien dapat berfungsi secara normal kembali. Pada umumnya, supportive therapy tidak mengubah kepribadian pasien. Contoh terapi suportif adalah Guidance dan Tension Control.

Bentuk selanjutnya, Reeducative Therapy. Terapi ini sesuai dengan namanya, mengubah pola pikir dan pemahaman pasien terhadap masalahnya. Terapi reedukatif, termasuk didalamnya Cognitive Learning dan Behaviour Therapy. Terapis yang menggunakan model reedukatif berusaha untuk mempengaruhi proses secara langsung antara pasien dan perilaku neurotiknya, serta melepaskan self-actualization pasien dengan memanfaatkan hubungan sebagai pengalaman emosional yang benar.

Bentuk terakhir adalah Reconstuctive Therapy. Terapi rekonstruktif berakar pada teori psikodinamika. Terapi rekonstruktif menitikberatkan pada pengurangan impuls yang irasional dan berusaha mengendalikannya, meningkatkan fleksibilitas dan pertahanan diri, dan mengurangi perasaan menderita sehingga mampu beradaptasi dengan realita dan keinginan dalam diri. Terapi rekontruksi berbeda dari terapi suportif dan reedukatif. Terapi suportif usaha dalam mendapatkan insight sangat minim. Sedangkan pada terapi reedukatif usahanya lebih luas, tetapi hanya fokus pada masalah yang sedang dialami. Terapi rekonstuktif tidak hanya berusaha memulihkan, akan tetapi menciptakan emosi yang lebih matang. Contoh terapi rekonstruktif adalah Psikoanalisa Freud.  


Referensi:
Scheid, L. T., & Brown, T. N. (2010). A Handbook For The Study of Mental Health Second Edition. New York: Cambridge University Press.

Wolberg, L. R. (2013). The Technique Of Psychotherapy Fourth Edition. USA: IPI

0 comments:

Post a Comment

 

See My Artwork

Universitas Gunadarma

Respect Me, Please

Protected by Copyscape Web Plagiarism Detector

Meet The Author

Next I/O Psychologist | Art, Coffee and Martial Art Lovers | Graphic Designer | Movie Freaks | Sagitarius People